Veronica Tan Menyesal Menikah Dengan Pak Ahok? Ini Dia Curhatan Mengejutkan Ibu Veronica Tan!

Suhu politik tanah air sempat memanas pasca hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara ke Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk kasus penistaan agama.

Hanya berselang beberapa jam pasca vonis, Ahok langsung digiring ke Rumah Tahanan Cipinang sebelum akhirnya dipindahkan lagi ke tahanan Mako Brimob Depok Jawa Barat.


Ribuan pendukung dari berbagai wilayah di tanah air bahkan di sejumlah negara turun ke jalan dan menggelar aksi damai mendesak penangguhan penahanan Ahok.

Air mata tumpah. Kesedihan para pendukung dan simpatisan Ahok tak bisa terbendung.

Akan tetapi, melebihi kesedihan dan air mata para pendukung, kesedihan mendalam justru paling dirasakan istri dan ketiga anak Ahok.


Publik kemudian bertanya-tanya, bagaimana kabar Veronika Tan, istri Ahok?

Sejak terakhir kali terlihat membesuk Ahok di Rutan Cipinang pasca vonis, Veronika yang waktu itu datang dengan wajah begitu sedih didampingi putra sulungnya Nicholas Sean, kini tak lagi terlihat di hadapan publik.


Bahkan Vero (sapaan akrabnya) yang biasanya aktif memposting foto di media sosial Instagram seolah hilang ditelan bumi.

Kemana wanita pendiam, sederhana, tapi kharismatik itu?

Pertanyaan yang terus dilontarkan netizen di akun Instagramnya ini ikut mengusik rasa penasaran tentang sosok seorang Veronika Tan di balik kiprah Ahok selama ini.

Sebuah video wawancara dirinya berama Stasiun TV Berita Satu mengungkap sebuah fakta menarik.


Siapa sangka, sejak awal akan dinikahi Ahok, Veronika Tan taunya sang calon suami adalah seorang pengusaha.

Tak pernah sedikit pun terbersit di dalam pikirannya bahwa suatu saat nanti dirinya akan menjadi seorang istri politisi, atau istri gubernur DKI Jakarta.

Pertanyaan pun kian jauh, setelah semua yang terjadi selama ini, menyesalkah Veronika Tan pernah dinikahi Ahok?

Curhat mengejutkan Veronika Tan terungkap dalam wawancara bersama presenter Berita Satu TV Rike Amru :


Vero : Kami biasanya nonton berita bersama di ruang keluarga

Rike : Kalau nonton di ruang keluarga, berarti anak-anak juga ikut. Terus apa tanggapan anak-anak soal pemberitaan selama ini soal Pilkada yang riuh rendah?

Vero : Gak sih. Kan ributnya di medsos. Gak usah liatin medos aja. Anak-anak tahu. Tapi kan Bapak (Ahok) udah hampir 15 tahun sebenarnya ada di politik dan pemerintahan dari zaman bupati. Jadi waktu Pilkada kurang lebih juga sama. Jadi buat anak-anak bukan hal yang baru, kaget gak sih. Mereka juga tahu bapaknya punya hati buat masyarakat. Bapaknya mau ada di pemerintahan, membantu rakyat.


Rike : Sebagai istri seorang petahana, pasion ibu sendiri apa sih, memang ke politik atau bukan?



Vero : Enggak lah. Nikahnya ama berdasi kok. Tadinya kan bapak pengusaha. Tapi di tengah perjalanan, janji nikahnya di tengah perjalanan gak bilang gak boleh merubah profesi. Di tengah perjalanan kok tiba-tiba jadi pejabat, kok jadi suka sama politik. Sebenarnya gak sih. Bukan masalah politik kalau saya lihat bapak. Memang dari keluarga bapak itu di Belitung, memang dari bapaknya, rasa sosial dan peduli terhadap masyarakat itu udah dari dulu. Makanya mungkin anaknya terpengaruh bapaknya, artinya bapak selalu bilang kalau mau bantu orang miskin, orang kaya itu gak cukup uangnya. Tapi kalau misalnya kita mau benar-benar mensejahterakan rakyat dengan uang pemerintah yang sebenarnya itu adalah hak rakyat dan kewajiban pemerintah yang memang harus diberikan. Pasion inilah yang ada di bapak. Bagi saya ini pembelajaran juga. Karena jiwanya bapak sudah begitu. Kita ya ikut saja.

Rike : Tetap tangguh bu?

Vero : Saya bilang begitu. Kita harus jalanin sih. Sebenarnya saya selalu katakan, walaupun kita berada dimana, walaupun kita berada di suatu masa yang mungkinlah setiap orang, bukan hanya soal pilkada, setiap keluarga pasti punya masalah. Tapi bagaimana kita memandang masalah itu sebagai pembelajaran bagi kita. Kedua, kita tetap bisa memilih kok. Kalau kita istilahnya terbawa terus ke dalam permasalahan atau beban, itu juga tak akan mengurangi atau menambah apapun. Tetapi pada saat kita memilih menjalaninya dengan kesungguhan. Kita bisa memilih untuk bersukacita menjalaninya. Menggerutu juga tak akan menyelesaikan apa-apa. Lebih baik kita ya hadapin aja. Tapi menghadapinya bukan berarti menghalalkan segala cara, tapi kita harus tahu yang benar yang mana, ya kita terus jalani yang benar itu.

Berikut video wawancaranya :


Berlangganan:


close

loading...